Tim Turangga Seta yang melakukan penggalian di Gunung Lalakon, Soreang, Bandung, Jawa Barat, sejak Senin pekan ini berhasil menemukan beberapa batu boulder yang mereka duga batu penutup bangunan piramida.
Batu-batu boulder itu ditemukan di lubang penggalian dengan lebar sekitar 3 meter, panjang 5 meter, dan kedalaman hingga 4 meter, yang terletak di koordinat 6° 57,5' Lintang Selatan, 107° 31,239' Bujur Timur, serta ketinggian 986 meter di atas permukaan laut.
Batu-batu boulder tersebut panjangnya bervariasi, antara 1,1 meter hingga 2 meter, dengan besar yang kurang lebih sama, yakni selebar 30-40 sentimeter (cm) serta tersusun rapi dan teratur.
Menurut pendiri Turangga Seta, Agung Bimo Sutedjo, batu-batuan boulder itu membentuk sudut 30 derajat dengan garis horizontal dan mengarah ke titik pusat piramida. Setidaknya, tim menemukan 4 batu boulder di kedalaman 1,5 meter di bawah permukaan tanah dan 3,7 meter di bawah permukaan tanah.
Agung mengatakan, batu-batu boulder itu merupakan batu bronjongan yang sengaja diatur sedemikian rupa, agar tanah yang menutupi bangunan piramida tidak longsor.
Ditemukannya batu-batu 'bronjongan' tersebut membuat beberapa tenaga penggali yang notabene warga sekitar Gunung Lalakon sempat tertegun.
"Kalau saya melihat tanah yang digali oleh beko (back hoe) di bukit sebelah, tanahnya tidak seperti ini. Ini tanahnya ada batu-batunya, seperti sengaja diuruk," ujar Agus Yahya Budiana, warga Kampung Badaraksa yang berada di lokasi penggalian.
Namun, penggalian belum menemukan bangunan piramida yang diduga tertimbun di bawah batu-batu boulder yang ditemukan. "Dari petunjuk hasil uji geolistrik, semestinya batuan padat yang diduga bangunan piramida, masih berada sekitar 2 meter di bawah tanah dasar lubang penggalian," kata Agung.
Gunung Lalakon merupakan salah satu dari beberapa bukit yang diduga oleh kelompok Turangga Seta menyimpan bangunan Piramida. Sebelumnya, Tim Turangga Seta telah melakukan pengujian dengan alat geolistrik bersama tim peneliti dan menemukan citra struktur batuan yang 'tak alamiah'.
Salah satu anggota tim peneliti yang notabene merupakan pakar geologi senior, Andang Bachtiar, mengatakan hasil uji geolistrik menemukan struktur yang tidak alamiah. "Selama ini saya tidak pernah menemukan struktur subsurface seperti ini. Ini unnatural(tidak alamiah - red)," katanya.
Sementara itu, Lutfi Yondri dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Balai Arkeologi Bandung, yang telah melihat uji geolistrik itu, secara selintas memperkirakan struktur di Gunung Lalakon dan Sadahurip bukan mirip piramida melainkan struktur teras piramid.
"Dari peta geolistriknya yang baru satu lintasan, saya baru melihat teras-teras. Kalau teras-teras yang diketemukan, saya cenderung mengatakan itu teras piramid," kata Lutfi.
Menurut Lutfi, di Indonesia ada bangunan teras piramid peninggalan megalitik yakni Lebak Cibedug, yang terletak di Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Namun, kata Lutfi, dari nomenklatur arsitektur maupun arkeologi, klaim keberadaan piramida sudah tidak tepat. Hasil pembacaan geolistrik, kata dia, juga mengatakan itu bukan piramida. "Dari hasil geolistrik, berbentuk tangga. Itu sudah berbeda. Namun hal ini penting ditindaklanjuti."
sumber