Sebuah Pelajaran Berharga (Kisah Nyata)

Seorang Profesor yang mengajar mata kuliah Discret Mathematic memberi quiz mendadak pada kami. Kebetulan aku cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, jadi dengan cukup cepat aku selesaikan soal-soal quiz, sampai akhirnya aku sampai pada soal yang terakhir yang membuat aku agak kaget.

Isi soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ? Aku yakin soal ini cuma “bercanda”. Aku sering melihat perempuan ini. Tinggi, berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi gimana aku bisa tahu nama depannya… ?

Akhirnya aku kumpulin kertas ujianku, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong. Sebelum kelas berakhir, seorang mahasiswa yang duduk dua baris dibelakangku bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan “dihitung” atau tidak. “Tentu saja dihitung !!” kata si Profesor. “Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang, semuanya penting! Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas “hallo”! Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah “Dorothy”.

Kemudian Profesor itu menceritakan sebuah cerita sebelum dia keluar dari kelas, aku masih ingat cerita itu sampai sekarang, kurang lebih begini ceritanya

Beberapa belas tahun yang lalu, pukul setengah dua belas malam. Seorang wanita negro rapi yang sudah berumur, sedang berdiri di tepi jalan tol Alabama. Ia nampak mencoba bertahan dalam hujan yang sangat deras,yang hampir seperti badai.

Mobilnya kelihatannya sedang rusak, dan perempuan ini sangat ingin menumpang mobil. Dalam keadaan basah kuyup, ia mencoba menghentikan setiap mobil yang lewat. Dan kebanyakan mobil yang lewat, dikendarai oleh orang-orang ras kulit putih American.

Dan mungkin karena di tahun 1960-an terjadi konflik etnis, pengemudi mobil-mobil tersebut bahkan tidak mengacuhkan wanita negro tersebut. Mobil berikutnya dikendarai oleh seorang pemuda Amerika berambut pirang,dia berhenti untuk menolong ibu ini.

Pemuda ini sama sekali tidak peduli akan konflik etnis tahun 1960-an. Pemuda ini akhirnya membawa si ibu negro selamat hingga suatu tempat, untuk mendapatkan pertolongan, lalu mencarikan si ibu ini taksi. Walaupun terlihat sangat tergesa-gesa, si ibu tadi bertanya tentang alamat si pemuda pirang itu, menulisnya, lalu mengucapkan terima kasih pada si pemuda.

Tujuh hari berlalu, dan tiba-tiba pintu rumah pemuda ini diketuk seseorang. Kejutan baginya, karena yang datang ternyata kiriman sebuah televisi set besar berwarna (bahkan pada tahun 1960-an di Amerika,barang ini masih merupakan barang mewah) khusus dikirim kerumahnya. Terselip surat kecil tertempel di televisi, yang isinya adalah :

“Terima kasih nak, karena membantuku di jalan Tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi bajuku, tetapi juga jiwaku. Untung saja anda datang dan menolong saya. Karena pertolongan anda, saya masih sempat untuk hadir disisi suamiku yang sedang sekarat… hingga wafatnya. Tuhan memberkati anda, karena membantu saya dan tidak mementingkan dirimu pada saat itu”

Tertanda

Mrs. Nat King Cole. (Nat King Cole, adalah penyanyi negro tenar thn. 60-an di USA).



Itulah cerita yang diceritakan profesor itu, dan sebelum dia keluar dari kelas, dia melontarkan kata-kata yang memang sudah aku tebak sebelumnya, kata-kata itu adalah… “Kalian tahu, pemuda itu adalah aku, dan aku tidak akan pernah melupakan pelajaran berharga itu”.

(Dari “One Touch – One Million Grace”, oleh Paul A, 2002)

Di satu sisi.. aku ingin memiliki ketulusan dan kepedulian seperti pria itu..
tetapi di sisi lain, aku juga ingin menjadi seperti Mrs. Nat King Cole…
yang mampu membalas berlipat ganda atas kebaikan yang aku terima.

sumber

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...